Ilmu tak beramal (tidak diamalkan) ibarat pohon tak berbuah. Itu nasehat guru ngaji saya waktu kecil dulu. Sudah 30 tahunan berlalu, tapi kalimat itu masih tetap melekat di kepala ini, sampai-sampai bagaimana sang guru dengan lantang dan berapi-apinya menekankan kalimat itu masih terdengar sangat jelas meraksuk ke gendang telinga.
Ilmu sekecil apapun akan jauh lebih berguna kalau diamalkan daripada ilmu yang banyak tapi hanya diumpetin di kepala sendiri. Itulah prinsip yang saya pakai sekarang yang kira-kira sejalan dengan nasehat guru saya itu. Nah.... mengingat modal berupa uang, saya tidak punya, kan tidak mungkin untuk membuka tempat kursus, maka saya pikir dengan jalan ngeblog beginilah saya bisa mengamalkan ilmu saya yang sedikit ini. Mudah-mudahan ada gunanya buat yang membacanya.
Tapi sebelumnya saya mohon maaf bukan mau menggurui rekan-rekan yang sudah lebih duluan tahu. Saya cuman mau membagikan ilmu buat rekan-rekan yang belum tahu dan ingin tahu saja, dan buat saya sendiri sebagai penyegaran kembali ilmu di kepala saya.
Baiklah rekan, untuk yang pertama saya akan bahas program Page Maker versi 7.0 yang alhamdulillah dengannya saya bisa mencari uang buat makan, juga buat keluarga. Karenanya dengan hanya memahami satu program ini saja, insya Allah kita sudah bisa mencari sepeser dua peser, buat dijadikan pekerjaan pokok ataupun sampingan.
Tapi.... ada tapinya nih.... saya tidak bakalan bahas dalam blog ini karena akan panjang lebar dan memakan beberapa kali postingan, silakan kunjungi saja blog saya yang lain: www.share-programkoe.blogspot.com.
Akhirnya saya ucapkan selamat mengikuti.
Salam.
Rabu, April 29, 2009
Rabu, April 22, 2009
Jalan(empat)ku
Musibah menghinggapi kami lagi, setelah anak saya yang gede dinyatakan sembuh, terus anak kami yang ketiga kena DBD (kata dokter di Puskesmas, malah langsung harus di rawat di rumah sakit). Bagaimana tidak gemetaran ini lutut. Uangnya dari mana buat merawatnya? Buat cek laboratorium dan pemeriksaan awal saja saya harus mengorbankan tidak bayar cicilan rumah dulu.
Sudahlah saya putuskan untuk berobat di rumah saja dengan membeli obat-obatan dengan menggunakan uang cicilan rumah, dan berkonsultasi terus dengan istri Bos saya di kantor RS yang kebetulan sebagai dokter spesialis anak. Dan alhamdulillah berlalu juga cobaan itu, anak saya sudah dinyatakan sembuh sekarang, meskipun sekarang giliran dari pihak BTN yang ngejar terus karena cicilan rumah yang sudah tidak terbayar selama beberapa bulan. Gak apa-apalah, mudah-mudahan saja para penggede BTN yang juga manusia, yang juga mempunyai hati nurani, dan mereka punya anak. Sehingga bisa merasakan harus bagaimana kalau berada dalam kondisi seperti saya ini. Lebih memilih bayar rumah tapi anak sakit, atau meningan anak sembuh tapi bayar rumah ditunda. Sebetulnya seh, maunya hati ini, anak sembuh, cicilan rumah terbayar…..
Kondisi terakhir sekarang, saya tersudutkan oleh perjanjian kepada Bapak Kolonel yang meminjamkan uang kepada saya. Jatuh temponya akhir bulan ini, April 2009.
Sebetulnya awal-awalnya saya canangkan untuk mengganti uang beliau itu dari uang asuransi jiwa yang sudah jatuh tempo pada Oktober 2008 lalu, tapi berhubung PT. asuransi yang saya ikutin itu ternyata dinyatakan tidak sehat dan dilikuidasi pemerintah, tinggallah kami (sebagai nasabah) beberapa kali harus makan janji dari PT itu, entar pertengahan Desember 2008, entar Januari tanggal 20-an, entar pertengahan Maret 2009, sampai sekarang, masih entar-entar lagi aja. Padahal saya sangat membutuhkannya pada saat-saat ini.
Terus dana tambahannya mau pinjam dari kantor RS, yang memang sudah beberapa tahun ini saya sebagai karyawan diberikan pinjaman lunak. Tapi keadaan kantor RS sekarang lagi di ujung tanduk, lagi diaudit. Akan dipindah tangankan dari pimpinan lama kepada pimpinan baru. Sementara proses audit ini kami sebagai karyawan sebetulnya berjalan tanpa ada pimpinan, sudah 3 bulan ini. Dan setelah itu entah bagaimana lagi kiprah saya di perusahan itu. Entah mau dipakai lagi oleh pimpinan yang baru, atau malah ditendang…. Meskipun masa kerja saya di sana sudah hampir 15 tahun. Yah… namanya pimpinan…. Dimanapun biasanya suka-sukanya beliau saja, mau diapakan bawahannya.
Jadi…… sekarang ini otak saya ini sebetulnya sudah harus muter gimana lagi menghadapi ‘tersudutnya’ keadaaan….. apakah harus saya jual lagi itu rumah untuk mengembalikan uang pak Kolonel, tapi resikonya kami harus pindah lagi, entah kemana lagi karena kami sudah tidak punya rumah. Atau harus bagaimana….
Berawal dari keadaan yang memaksa inilah saya tergerak untuk belajar ber-internet ria…. Karena yang saya denger kalau orang-orang internet itu pinter-pinter, karena datang dari berbagai keahlian dan kecakapan masing-masing. Kali aza ada temen-temen yang bisa memberi masukan saran atau pendapatnya, untuk blog saya atau untuk pribadi kehidupan saya….
Untuk itu saya sangat, sangat mengharapkan sekali masukannya…
(habis)
Sudahlah saya putuskan untuk berobat di rumah saja dengan membeli obat-obatan dengan menggunakan uang cicilan rumah, dan berkonsultasi terus dengan istri Bos saya di kantor RS yang kebetulan sebagai dokter spesialis anak. Dan alhamdulillah berlalu juga cobaan itu, anak saya sudah dinyatakan sembuh sekarang, meskipun sekarang giliran dari pihak BTN yang ngejar terus karena cicilan rumah yang sudah tidak terbayar selama beberapa bulan. Gak apa-apalah, mudah-mudahan saja para penggede BTN yang juga manusia, yang juga mempunyai hati nurani, dan mereka punya anak. Sehingga bisa merasakan harus bagaimana kalau berada dalam kondisi seperti saya ini. Lebih memilih bayar rumah tapi anak sakit, atau meningan anak sembuh tapi bayar rumah ditunda. Sebetulnya seh, maunya hati ini, anak sembuh, cicilan rumah terbayar…..
Kondisi terakhir sekarang, saya tersudutkan oleh perjanjian kepada Bapak Kolonel yang meminjamkan uang kepada saya. Jatuh temponya akhir bulan ini, April 2009.
Sebetulnya awal-awalnya saya canangkan untuk mengganti uang beliau itu dari uang asuransi jiwa yang sudah jatuh tempo pada Oktober 2008 lalu, tapi berhubung PT. asuransi yang saya ikutin itu ternyata dinyatakan tidak sehat dan dilikuidasi pemerintah, tinggallah kami (sebagai nasabah) beberapa kali harus makan janji dari PT itu, entar pertengahan Desember 2008, entar Januari tanggal 20-an, entar pertengahan Maret 2009, sampai sekarang, masih entar-entar lagi aja. Padahal saya sangat membutuhkannya pada saat-saat ini.
Terus dana tambahannya mau pinjam dari kantor RS, yang memang sudah beberapa tahun ini saya sebagai karyawan diberikan pinjaman lunak. Tapi keadaan kantor RS sekarang lagi di ujung tanduk, lagi diaudit. Akan dipindah tangankan dari pimpinan lama kepada pimpinan baru. Sementara proses audit ini kami sebagai karyawan sebetulnya berjalan tanpa ada pimpinan, sudah 3 bulan ini. Dan setelah itu entah bagaimana lagi kiprah saya di perusahan itu. Entah mau dipakai lagi oleh pimpinan yang baru, atau malah ditendang…. Meskipun masa kerja saya di sana sudah hampir 15 tahun. Yah… namanya pimpinan…. Dimanapun biasanya suka-sukanya beliau saja, mau diapakan bawahannya.
Jadi…… sekarang ini otak saya ini sebetulnya sudah harus muter gimana lagi menghadapi ‘tersudutnya’ keadaaan….. apakah harus saya jual lagi itu rumah untuk mengembalikan uang pak Kolonel, tapi resikonya kami harus pindah lagi, entah kemana lagi karena kami sudah tidak punya rumah. Atau harus bagaimana….
Berawal dari keadaan yang memaksa inilah saya tergerak untuk belajar ber-internet ria…. Karena yang saya denger kalau orang-orang internet itu pinter-pinter, karena datang dari berbagai keahlian dan kecakapan masing-masing. Kali aza ada temen-temen yang bisa memberi masukan saran atau pendapatnya, untuk blog saya atau untuk pribadi kehidupan saya….
Untuk itu saya sangat, sangat mengharapkan sekali masukannya…
(habis)
Jumat, April 17, 2009
Jalan(tiga)ku
Satu setengah tahun kami tinggal di rumah petak kontrakan berukuran kecil di bilangan Kramat Pulo Gg.17. Lingkungannya yang sudah sesak dan kumuh tidak menyurutkan kami untuk numpang hidup di sana, itupun karena keadaan pula yang memaksa. Kami tidak punya lagi uang buat ngontrak rumah yang lebih layak. Untungnya anak kami yang gede diterima masuk di sebuah SMP Negeri di daerah Mardani, dan anak yang ketiga masuk di SD Negeri tidak jauh dari rumah kontrakan kami. Kalau yang kedua memang semenjak kecil sudah diurusin oleh orang tua saya di Bandung, dan disekolahin di sana.
Di Jakarta sudah diberlakukan peraturan bahwa SD dan SMP Negeri tidak dipungut biaya. Alhamdulillah saya ucapkan kepada pemerintah yang sedikit meringankan beban di pundak kami.
Namun tidak berlangsung lama ketenangan kami, karena pada bulan ke 2 kontrak di sana, anak kami yang gede kena hepatitis, karuan kami harus comot sana comot sini nyari biaya untuk ngobatinnya, yang berlangsung sekitar 4 bulanan. Korbannya, uang buat bayar kriditan motor terpakai terus. Semenjak itulah kami diuber-uber penagih dari dealer motor. Apa boleh buat kami cuman bisa janji-janji terus, sambil merayu-rayu para penagih biar tidak galak-galak dan mau ngertiin keadaan kami.
Jangankan untuk bayar cicilan motor, buat makanpun kami mengandalkan dari pendapatan ngojek malam itu, yang keseringannya kurang atau tidak dapat sama sekali. Hal itu kerap sekali terjadi, yang pada akhirnya keadaan di rumahpun rasanya sudah tidak nyaman lagi, terutama yang saya rasakan sebagai pribadi, karena tiap hari dalam keadaan ngantuk berat habis begadang semalaman, pulang disediain muka istri yang kusut dan manyun (cemberut) karena jatah masak tidak mencukupi. Dan sering pula pagi-pagi begitu kami bertengkar karena itu, dan sayapun terpaksa berangkat kesiangan masuk kantor di RS itu. (Maaf, ya teman-teman sekerjaan dan Bapak-bapak Bos).
Setiap harinya, saya hanya bisa tidur di tempat kerjaan RS saja, yaitu jam makan siang dan sore sesudah bubaran kantor sampai menjelang Maghrib, karena selepas Maghrib sayapun melanglangbuana di jalanan Jakarta lagi. Untungnya saya sudah terbiasa waktu Pramuka dulu kalau jadwal makan saya tidak teratur, sekarang malah tambah tidak teratur lagi. Tapi saya selalu berdo’a mudah-mudahan penyakit-penyakit seperti maag, types dan sejenisnya tidak sampai menghinggapi saya. Dan rupanya mereka ternyata ngertiin juga kalau saya jarang makan karena terpaksa dan tidak punya uang buat berobat ke dokter.
Karena hubungan baik antara saya dengan kenalan-kenalan dari Angkatan cukup terjaga baik, sesekali alhamdulillah saya suka dipanggil ke Pusat Sejarah TNI yang ada di jalan Gatot Subroto untuk membuat majalah, buku dan lainnya. Dan saya pun kenal dengan Kepalanya, Waka nya, staf-stafnya sampai kepada sebagian karyawannya di sana. Mereka itu ternyata hanya kelihatan ‘sangar’ di luar nya saja, saat berpakaian dinas dan lagi tugas. Tapi kalau sedang tidak tugas seh, kayak rakyat biasa saja rupanya. Mungkin di semua angkatan juga begitu kayaknya. Penilaiain ini mungkin tidak berlebihan karena di kantor Pusat Sejarah ini karyawannya merupakan perwakilan dari 3 Angkatan Bersenjata, kecuali kepolisian.
Yang mengharukan sekali dan saya sangat salut sekali kepada Wakanya yang dari Angkatan Udara, berpangkat Kolonel, walaupun baru beberapa kali bertemu, itupun diperkenalkan oleh bawahannya yang berpangkat Kapten. Beliau begitu respek dan mau memperhatikan keadaan perekonomian keluarga saya. Buktinya…. (walaupun dengan takut-takut dan menghiba pada awalnya) saya meminta bantuan pada beliau untuk meminjamkan uang buat membeli rumah over kredit di perumahan daerah Cibarusah, Bekasi. Tanpa takut-takut dan ragu-ragu, beliau meluluskannya. Bayangin, baru beberapa kali bertemu, sudah mau meminjamkan uang sekian juta rupiah kepada saya, yang bukan bawahannya, yang bukan berasal dari kantor beliau. Tanpa sedikitpun jaminan atau apalah namanya, begitu mudahnya menyodorkan uang kepada saya. Subhanallah, sungguh-sungguh luar biasa. Beliau hanya menanamkan kepercayaan semata kepada saya. Insya Allah Pak, kepercayaan itu tidak akan saya kotorin sedikitpun buat Bapak.
Bermodal dari uang itu, kami membeli rumah over kredit yang masih harus melanjutkan membayar kreditnya sekitar 7 tahun lagi. Tinggallah kami di sana sampai saat ini.
(masih bersambung nih….. )
Di Jakarta sudah diberlakukan peraturan bahwa SD dan SMP Negeri tidak dipungut biaya. Alhamdulillah saya ucapkan kepada pemerintah yang sedikit meringankan beban di pundak kami.
Namun tidak berlangsung lama ketenangan kami, karena pada bulan ke 2 kontrak di sana, anak kami yang gede kena hepatitis, karuan kami harus comot sana comot sini nyari biaya untuk ngobatinnya, yang berlangsung sekitar 4 bulanan. Korbannya, uang buat bayar kriditan motor terpakai terus. Semenjak itulah kami diuber-uber penagih dari dealer motor. Apa boleh buat kami cuman bisa janji-janji terus, sambil merayu-rayu para penagih biar tidak galak-galak dan mau ngertiin keadaan kami.
Jangankan untuk bayar cicilan motor, buat makanpun kami mengandalkan dari pendapatan ngojek malam itu, yang keseringannya kurang atau tidak dapat sama sekali. Hal itu kerap sekali terjadi, yang pada akhirnya keadaan di rumahpun rasanya sudah tidak nyaman lagi, terutama yang saya rasakan sebagai pribadi, karena tiap hari dalam keadaan ngantuk berat habis begadang semalaman, pulang disediain muka istri yang kusut dan manyun (cemberut) karena jatah masak tidak mencukupi. Dan sering pula pagi-pagi begitu kami bertengkar karena itu, dan sayapun terpaksa berangkat kesiangan masuk kantor di RS itu. (Maaf, ya teman-teman sekerjaan dan Bapak-bapak Bos).
Setiap harinya, saya hanya bisa tidur di tempat kerjaan RS saja, yaitu jam makan siang dan sore sesudah bubaran kantor sampai menjelang Maghrib, karena selepas Maghrib sayapun melanglangbuana di jalanan Jakarta lagi. Untungnya saya sudah terbiasa waktu Pramuka dulu kalau jadwal makan saya tidak teratur, sekarang malah tambah tidak teratur lagi. Tapi saya selalu berdo’a mudah-mudahan penyakit-penyakit seperti maag, types dan sejenisnya tidak sampai menghinggapi saya. Dan rupanya mereka ternyata ngertiin juga kalau saya jarang makan karena terpaksa dan tidak punya uang buat berobat ke dokter.
Karena hubungan baik antara saya dengan kenalan-kenalan dari Angkatan cukup terjaga baik, sesekali alhamdulillah saya suka dipanggil ke Pusat Sejarah TNI yang ada di jalan Gatot Subroto untuk membuat majalah, buku dan lainnya. Dan saya pun kenal dengan Kepalanya, Waka nya, staf-stafnya sampai kepada sebagian karyawannya di sana. Mereka itu ternyata hanya kelihatan ‘sangar’ di luar nya saja, saat berpakaian dinas dan lagi tugas. Tapi kalau sedang tidak tugas seh, kayak rakyat biasa saja rupanya. Mungkin di semua angkatan juga begitu kayaknya. Penilaiain ini mungkin tidak berlebihan karena di kantor Pusat Sejarah ini karyawannya merupakan perwakilan dari 3 Angkatan Bersenjata, kecuali kepolisian.
Yang mengharukan sekali dan saya sangat salut sekali kepada Wakanya yang dari Angkatan Udara, berpangkat Kolonel, walaupun baru beberapa kali bertemu, itupun diperkenalkan oleh bawahannya yang berpangkat Kapten. Beliau begitu respek dan mau memperhatikan keadaan perekonomian keluarga saya. Buktinya…. (walaupun dengan takut-takut dan menghiba pada awalnya) saya meminta bantuan pada beliau untuk meminjamkan uang buat membeli rumah over kredit di perumahan daerah Cibarusah, Bekasi. Tanpa takut-takut dan ragu-ragu, beliau meluluskannya. Bayangin, baru beberapa kali bertemu, sudah mau meminjamkan uang sekian juta rupiah kepada saya, yang bukan bawahannya, yang bukan berasal dari kantor beliau. Tanpa sedikitpun jaminan atau apalah namanya, begitu mudahnya menyodorkan uang kepada saya. Subhanallah, sungguh-sungguh luar biasa. Beliau hanya menanamkan kepercayaan semata kepada saya. Insya Allah Pak, kepercayaan itu tidak akan saya kotorin sedikitpun buat Bapak.
Bermodal dari uang itu, kami membeli rumah over kredit yang masih harus melanjutkan membayar kreditnya sekitar 7 tahun lagi. Tinggallah kami di sana sampai saat ini.
(masih bersambung nih….. )
Kamis, April 16, 2009
Jalan(dua)ku
Alhamdulillah, dalam masa pencarian itu seorang teman dari percetakan itu yang memang telah lebih dulu pindah kerja, menunjukkan saya untuk melamar di sebuah Koran harian terkenal punyanya Angkatan Darat, mungkin kalau anda orang lama pasti sudah mafhum. Karena Koran ini satu-satunya Koran yang diperbolehkan meliput kejadian Gestapu dulu itu. Koran itu terbit pagi, makanya di-compos nya pada malam hari sehingga jadwal kerja di RS saya tidak terganggu, dan disinipun saya bisa jalan. 12 bulan saya disana, tragedi pun datang tiba-tiba, Koran itu bangkrut. Sayapun jadi bingung lagi untuk mencari tambahan buat dapur, karena anak saya sudah 2 orang sekarang.
Alhamdulillah lagi saya dipanggil kerja malam oleh sebuah biro jasa setting-cetak, kepunyaan seorang ex PNS, yang mana kerjaannya lebih banyak dari Angkatan Darat. Dari sinilah saya mulai kenal-kenal dengan beberapa petinggi 4 Angkatan yang ada di negeri ini. Yang kadang-kadang saya tersipu-sipu malu kalau datang ke kantor mereka, yang mana saya dihormati oleh bawahan beliau-beliau, karena yang saya datangi adalah atasan mereka. Padahal saya ini apa, pangkat kopral pun (maaf) gak pernah saya sandang. Memang terkadang manusia kurang melek untuk membedakan mana orang yang bener-bener intelek atau kelihatan intelek padahal bokek kayak saya ini.
Hampir 5 tahun saya kerja di sana. Sayang sekali perusahaan itupun bangkrut juga. Ya sudahlah saya bingung lagi.
Semenjak itulah saya tidak punya kerjaan tambahan lagi, sementara kebutuhan dapur terus-terusan memaksa untuk dipenuhi dan disesuaikan dengan kenaikan harga-harga pasar.
Apa boleh buat tiap malam selepas kerja di RS itu saya mesti mencari-cari ‘mangsa’ yang mau dianterin ke suatu tempat dengan sepeda motor. Istilah ‘keren’nya jadi tukang ojek motor yang beraktivitas dari selepas Isya sampai bubaran Shubuh. Banyak sekali suka dukanya ternyata, tapi dukanya lebih banyak kalau ditimbang-timbang. Apalagi dalam bulan-bulan ini cuacanya tidak mendukung buat kerjaan kami. Hujan, hujannnn…. Terusss.
Penumpang pun lebih memilih tinggal di rumah, kalau malam hari hujan begini. Atau kalau pun terpaksa keluar, mereka lebih memilih taksi ataupun bajaj, dibanding memilih kami yang sudah berjam-jam, terkantuk-kantuk, menunggu belas kasihan mereka untuk datang memakai jasa kami. Begitulah derita para tukang ojek motor. Kalau bisa anda jangan sampai berminat menjalani profesi ini.
Dulu waktu saya di percetakan, masih bujangan, alhamduillah dari hasil keringat sendiri, dan insya Allah halal semua, saya bisa mengumpulkan uang sepeser demi sepeser dan jadilah sebuah rumah petak kecil di sebuah gang di bilangan Kampung Rawa.
Lalu kami (saya dan istri yang lagi menunggu kelahiran anak kami ke 3) pindah ke sebuah desa di ujung sana, Susukan nama desa itu, letaknya di daerah Citayam-Bogor. Trus dari sana pindah ke perumahan yang letaknya lebih ke depanan, namanya Puri Bojong Lestari. Kurang lebih 6 tahunan saya merantau di daerah itu. Untuk selanjutnya mengingat saya kecapaian kalau pulang kerja dari Jakarta yang keseringannya sampai rumah menjelang Shubuh, sementara pagi-paginya sudah mesti berangkat lagi kerja di RS. Maka kami memutuskan untuk pindah kembali ke Jakarta. Dan….. tragedipun terjadi.
Kami ditipu orang, oleh yang mau jual rumah di salah satu sudut Jakarta (ikuti postingan selanjutnya “Oh... Rumahku....”) . Hilanglah sudah rumah kami, harapan kami, uang kami, semuanya, amblas…. blas… blas… Yang akhirnya kami hanya tinggal di sebuah rumah petak kecil yang statusnya kontrak.
Memang Jakarta ini ganas, ternyata saya yang sudah lama merantau di kota ini, apalagi istri saya yang asli dilahirkan di kota ini…. Bisa tertipu mentah-mentah setelah mau balik lagi ke kota ini. Bener-bener menyakitkan.
(cape deh…… entar sambung lagi yah…)
Alhamdulillah lagi saya dipanggil kerja malam oleh sebuah biro jasa setting-cetak, kepunyaan seorang ex PNS, yang mana kerjaannya lebih banyak dari Angkatan Darat. Dari sinilah saya mulai kenal-kenal dengan beberapa petinggi 4 Angkatan yang ada di negeri ini. Yang kadang-kadang saya tersipu-sipu malu kalau datang ke kantor mereka, yang mana saya dihormati oleh bawahan beliau-beliau, karena yang saya datangi adalah atasan mereka. Padahal saya ini apa, pangkat kopral pun (maaf) gak pernah saya sandang. Memang terkadang manusia kurang melek untuk membedakan mana orang yang bener-bener intelek atau kelihatan intelek padahal bokek kayak saya ini.
Hampir 5 tahun saya kerja di sana. Sayang sekali perusahaan itupun bangkrut juga. Ya sudahlah saya bingung lagi.
Semenjak itulah saya tidak punya kerjaan tambahan lagi, sementara kebutuhan dapur terus-terusan memaksa untuk dipenuhi dan disesuaikan dengan kenaikan harga-harga pasar.
Apa boleh buat tiap malam selepas kerja di RS itu saya mesti mencari-cari ‘mangsa’ yang mau dianterin ke suatu tempat dengan sepeda motor. Istilah ‘keren’nya jadi tukang ojek motor yang beraktivitas dari selepas Isya sampai bubaran Shubuh. Banyak sekali suka dukanya ternyata, tapi dukanya lebih banyak kalau ditimbang-timbang. Apalagi dalam bulan-bulan ini cuacanya tidak mendukung buat kerjaan kami. Hujan, hujannnn…. Terusss.
Penumpang pun lebih memilih tinggal di rumah, kalau malam hari hujan begini. Atau kalau pun terpaksa keluar, mereka lebih memilih taksi ataupun bajaj, dibanding memilih kami yang sudah berjam-jam, terkantuk-kantuk, menunggu belas kasihan mereka untuk datang memakai jasa kami. Begitulah derita para tukang ojek motor. Kalau bisa anda jangan sampai berminat menjalani profesi ini.
Dulu waktu saya di percetakan, masih bujangan, alhamduillah dari hasil keringat sendiri, dan insya Allah halal semua, saya bisa mengumpulkan uang sepeser demi sepeser dan jadilah sebuah rumah petak kecil di sebuah gang di bilangan Kampung Rawa.
Lalu kami (saya dan istri yang lagi menunggu kelahiran anak kami ke 3) pindah ke sebuah desa di ujung sana, Susukan nama desa itu, letaknya di daerah Citayam-Bogor. Trus dari sana pindah ke perumahan yang letaknya lebih ke depanan, namanya Puri Bojong Lestari. Kurang lebih 6 tahunan saya merantau di daerah itu. Untuk selanjutnya mengingat saya kecapaian kalau pulang kerja dari Jakarta yang keseringannya sampai rumah menjelang Shubuh, sementara pagi-paginya sudah mesti berangkat lagi kerja di RS. Maka kami memutuskan untuk pindah kembali ke Jakarta. Dan….. tragedipun terjadi.
Kami ditipu orang, oleh yang mau jual rumah di salah satu sudut Jakarta (ikuti postingan selanjutnya “Oh... Rumahku....”) . Hilanglah sudah rumah kami, harapan kami, uang kami, semuanya, amblas…. blas… blas… Yang akhirnya kami hanya tinggal di sebuah rumah petak kecil yang statusnya kontrak.
Memang Jakarta ini ganas, ternyata saya yang sudah lama merantau di kota ini, apalagi istri saya yang asli dilahirkan di kota ini…. Bisa tertipu mentah-mentah setelah mau balik lagi ke kota ini. Bener-bener menyakitkan.
(cape deh…… entar sambung lagi yah…)
Rabu, April 15, 2009
Jalan(satu)ku
Perkenalkan nama saya, Asep Suhendar, umur sudah mencapai kepala 4, dan buntutpun sudah ada 4 orang. Alhamdulillah istri sudah punya satu. Sekarang bekerja pada sebuah perusahaan pers swasta, yang pemiliknya notabene para dokter spesialis berikut ikatan dokter spesialisnya sendiri.
Tujuan saya ikutan ngeblog adalah untuk mencari teman, belajar ber-internet, belajar membuat naskah/artikel yang mudah-mudahan berguna bagi teman-teman yang iseng kebetulan membuka blog saya, yang pada ujungnya mudah-mudahan bisa menghasilkan uang tambahan buat nutupin kekurangan jatah dapur yang semakin hari semakin memberatkan beban di kepala saya. Tapi tujuan lainnya yang tidak kalah penting adalah berbagi ilmu, soalnya kalau saya sengaja mau buka tempat kursus perlu modal banyak, dan belum tentu ilmu saya setara dengan para instruktur di tempat2 kursus lain... mungkin kalo di blog begini saya bisa berbagi ilmu dengan teman-teman pembaca secara gratis. Ilmu itu sekecil apapun akan jauh lebih berguna kalau diamalkan daripada ilmu yang banyak tapi hanya diumpetin di kepala sendiri. Itulah prinsip yang saya pakai.
Sebelum saya mulai berbagi ilmu saya akan berbagi dulu 'penderitaan' saya, mungkin ada penulis skenario yang tergerak mau mengorbitkan 'penderitaan' saya he...he..he..
Pekerjaan sekarang saya di bagian Tata Muka, di kantor lain ada yang menyebutnya bagian Composing atau Tata Letak atau Lay-out atau Design atau Setting atau PH, pokoknya berhubungan dengan desktop publishing gitu...... kayak mendesain majalah, buku, poster, pamplet, dll dari mulai ngetik, desain sampai jadi di print gitu.....
Memang background sekolah saya adalah dari STM Listrik, trus pernah ngenyam pendidikan institut bagian programmer di Bandung, hanya 2 semester.... keburu DO karena (terus terang) orang tua saya tidak mampu lagi untuk bayar kuliah saya. Saya lanjutkan pendidikan di Depnaker (belajar gratis!) untuk melancarkan 10 jari saya biar lincah di atas huruf-huruf mesin tik, lalu belajar Manajemen Mandiri masih di Depnaker.... maklum keinginan untuk belajar masih kuat tapi modal tidak kuat...
Saya melamar di PLN, beberapa kali testing, akhirnya gagal. Trus melamar di Pos Giro, sammma gagal juga setelah beberapa tahap ikutan tes.... entahlah... mungkin memang karena nilai ijazah saya yang tidak bisa mendukung atau memang faktor nasib..... saya harus menyerah...
Tapi, daripada duduk-duduk saja di rumah, saya aktifkan saja di kegiatan kepramukaan (melanjutkan karier pramuka yang sudah saya tekuni sejak kelas 6 SD), saya menjadi Pradana di STM, menjadi Ketua Satuan Karya Bhayangkara di Ranting/Kecamatan dan menjadi Ketua Periodik Satuan Karya Wana Bhakti Cabang/Kotamadya. Sesekali suka bantu-bantu menjadi Pembina cadangan untuk Pramuka di SMP dan SMA di sekitar kecamatan tempat saya tinggal.
Saya pernah bekerja borongan sebagai kuli pengrajin ukiran kayu pada sebuah perusahaan kecil di bilangan Andir, Bandung Kulon, lalu kerja di Toko Listrik di Cikapundung di bagian Administrasinya-operator komputer. Lalu malang melintang pindah ke Jakarta (itupun karena dibawa oleh Paman saya) bekerja di sebuah instansi berbasis dakwah Islam di bilangan Jl. Kramat Raya, di sana saya bekerja serabutan juga, ya sebagai penerima tamu, instalasi listrik, penyortir surat pokoknya bagian bantuan umumlah.... yang dikemudian hari saya lobby para Sesepuh disana untuk membeli komputer barang satu dulu lah.... Setelah melewati proses panjang akhirnya para Sesepuh menyetujui dan membeli satu set komputer dimana saya sebagai operator dan sekaligus penanggung jawab alatnya. Dari sana mulailah saya mengembangkan karir di bidang komputer.
Pertama kali saya dibelikan komputer IBM PC, lalu setelah bagian lain dibelikan juga (dimana saya dijadikan instruktur buat para Ustadz yang mau belajar komputer di sana), lalu dibikinlah sub kantor untuk menambah Devisa buat kantor itu sebuah Biro Jasa Setting, saya sebagai kepala produksinya juga sebagai instruktur karyawan lain, apalagi saat itu saya dibelikan juga komputer berjenis Macintosh yang buat karyawan lain adalah barang baru lagi.... karena IBM PC saja masih termasuk barang baru, ada lagi yang baru nih...
Disamping bekerja di sana, saya pun bekerja pada sebuah percetakan besar, di bilangan Palmerah Barat. Jadi kalau saya di percetakan kerja shift siang, saya bekerja di kantor Kramat bagian malam. Kalau di percetakan kena shift malam, saya di Kramat masuk pagi. Begitulah terus berlanjut sampai 5 tahunan.
Selepas dari kantor Kramat, saya bekerja di salah satu Rumah Sakit di bilangan Jl. S. Parman, yakni kantor saya sampai saat ini. Yang mana dulu itu, kalau saya kerja sore di percetakan, di sini saya masuk pagi, dan kalau di percetakan masuk pagi, di kantor ini saya tidak masuk. Jadi dalam satu bulan saya hanya masuk 2 minggu, jadi sistim part time gitu lah....
Begitu ada ultimatum dari pemerintah "Breidel" majalah yang merupakan sumber utama pemasukan cetakan di percetakan kami, percetakan kami agak limbung.... dan saya ditarik kerja penuh di kantor RS ini.
Tapi karena saya sudah terbiasa kerja siang malam, rasanya gak bisa kalo pulang kerja cuman sekedar tiduran di rumah, maka saya nyari sampingan bekerja malam hari lagi....... (sampai di sini dulu.... saya cape ngetiknya yah)
Salam
Tujuan saya ikutan ngeblog adalah untuk mencari teman, belajar ber-internet, belajar membuat naskah/artikel yang mudah-mudahan berguna bagi teman-teman yang iseng kebetulan membuka blog saya, yang pada ujungnya mudah-mudahan bisa menghasilkan uang tambahan buat nutupin kekurangan jatah dapur yang semakin hari semakin memberatkan beban di kepala saya. Tapi tujuan lainnya yang tidak kalah penting adalah berbagi ilmu, soalnya kalau saya sengaja mau buka tempat kursus perlu modal banyak, dan belum tentu ilmu saya setara dengan para instruktur di tempat2 kursus lain... mungkin kalo di blog begini saya bisa berbagi ilmu dengan teman-teman pembaca secara gratis. Ilmu itu sekecil apapun akan jauh lebih berguna kalau diamalkan daripada ilmu yang banyak tapi hanya diumpetin di kepala sendiri. Itulah prinsip yang saya pakai.
Sebelum saya mulai berbagi ilmu saya akan berbagi dulu 'penderitaan' saya, mungkin ada penulis skenario yang tergerak mau mengorbitkan 'penderitaan' saya he...he..he..
Pekerjaan sekarang saya di bagian Tata Muka, di kantor lain ada yang menyebutnya bagian Composing atau Tata Letak atau Lay-out atau Design atau Setting atau PH, pokoknya berhubungan dengan desktop publishing gitu...... kayak mendesain majalah, buku, poster, pamplet, dll dari mulai ngetik, desain sampai jadi di print gitu.....
Memang background sekolah saya adalah dari STM Listrik, trus pernah ngenyam pendidikan institut bagian programmer di Bandung, hanya 2 semester.... keburu DO karena (terus terang) orang tua saya tidak mampu lagi untuk bayar kuliah saya. Saya lanjutkan pendidikan di Depnaker (belajar gratis!) untuk melancarkan 10 jari saya biar lincah di atas huruf-huruf mesin tik, lalu belajar Manajemen Mandiri masih di Depnaker.... maklum keinginan untuk belajar masih kuat tapi modal tidak kuat...
Saya melamar di PLN, beberapa kali testing, akhirnya gagal. Trus melamar di Pos Giro, sammma gagal juga setelah beberapa tahap ikutan tes.... entahlah... mungkin memang karena nilai ijazah saya yang tidak bisa mendukung atau memang faktor nasib..... saya harus menyerah...
Tapi, daripada duduk-duduk saja di rumah, saya aktifkan saja di kegiatan kepramukaan (melanjutkan karier pramuka yang sudah saya tekuni sejak kelas 6 SD), saya menjadi Pradana di STM, menjadi Ketua Satuan Karya Bhayangkara di Ranting/Kecamatan dan menjadi Ketua Periodik Satuan Karya Wana Bhakti Cabang/Kotamadya. Sesekali suka bantu-bantu menjadi Pembina cadangan untuk Pramuka di SMP dan SMA di sekitar kecamatan tempat saya tinggal.
Saya pernah bekerja borongan sebagai kuli pengrajin ukiran kayu pada sebuah perusahaan kecil di bilangan Andir, Bandung Kulon, lalu kerja di Toko Listrik di Cikapundung di bagian Administrasinya-operator komputer. Lalu malang melintang pindah ke Jakarta (itupun karena dibawa oleh Paman saya) bekerja di sebuah instansi berbasis dakwah Islam di bilangan Jl. Kramat Raya, di sana saya bekerja serabutan juga, ya sebagai penerima tamu, instalasi listrik, penyortir surat pokoknya bagian bantuan umumlah.... yang dikemudian hari saya lobby para Sesepuh disana untuk membeli komputer barang satu dulu lah.... Setelah melewati proses panjang akhirnya para Sesepuh menyetujui dan membeli satu set komputer dimana saya sebagai operator dan sekaligus penanggung jawab alatnya. Dari sana mulailah saya mengembangkan karir di bidang komputer.
Pertama kali saya dibelikan komputer IBM PC, lalu setelah bagian lain dibelikan juga (dimana saya dijadikan instruktur buat para Ustadz yang mau belajar komputer di sana), lalu dibikinlah sub kantor untuk menambah Devisa buat kantor itu sebuah Biro Jasa Setting, saya sebagai kepala produksinya juga sebagai instruktur karyawan lain, apalagi saat itu saya dibelikan juga komputer berjenis Macintosh yang buat karyawan lain adalah barang baru lagi.... karena IBM PC saja masih termasuk barang baru, ada lagi yang baru nih...
Disamping bekerja di sana, saya pun bekerja pada sebuah percetakan besar, di bilangan Palmerah Barat. Jadi kalau saya di percetakan kerja shift siang, saya bekerja di kantor Kramat bagian malam. Kalau di percetakan kena shift malam, saya di Kramat masuk pagi. Begitulah terus berlanjut sampai 5 tahunan.
Selepas dari kantor Kramat, saya bekerja di salah satu Rumah Sakit di bilangan Jl. S. Parman, yakni kantor saya sampai saat ini. Yang mana dulu itu, kalau saya kerja sore di percetakan, di sini saya masuk pagi, dan kalau di percetakan masuk pagi, di kantor ini saya tidak masuk. Jadi dalam satu bulan saya hanya masuk 2 minggu, jadi sistim part time gitu lah....
Begitu ada ultimatum dari pemerintah "Breidel" majalah yang merupakan sumber utama pemasukan cetakan di percetakan kami, percetakan kami agak limbung.... dan saya ditarik kerja penuh di kantor RS ini.
Tapi karena saya sudah terbiasa kerja siang malam, rasanya gak bisa kalo pulang kerja cuman sekedar tiduran di rumah, maka saya nyari sampingan bekerja malam hari lagi....... (sampai di sini dulu.... saya cape ngetiknya yah)
Salam
Langganan:
Postingan (Atom)
Pepatah
Kehormatan adalah ibarat sebuah pulau yang sangat curam tanpa tebing, sekali jatuh dari pulau itu tak dapatlah orang mendakinya kembali.