Minggu, Juni 21, 2009

Tukang Ojek

Langit malam sangat pekat waktu itu, angin darat terasa menusuk2 sampai di pori2 kulit, menembus jaket lusuhku yang sudah sangat usang dimakan usia. Sesekali cahaya kilat menyambar2 di kaki langit sebelah selatan. Rupanya malam inipun tidak bersahabat, tidak mendukung usahaku dalam mengais rejeki di jalanan. Padahal bulan ini harusnya sudah kemarau, seperti di tahun-tahun yang lalu… tapi kenapa tahun ini malah masih saja hujan….. imlek sudah jauh kelewat, hujan masih terus saja menyergap ibukota negeri ini.
Sudah beberapa bulan ini, semenjak habisnya lebaran Idul Fitri, pendapatan kami sebagai tukang ojek motor yang beroperasi malam hari sangat tipis sekali, jauh dibawah standar rata-rata pendapatan di tahun kemarin. Biasanya dalam satu malam paling tidak aku mengantongi uang-uang kumel empat puluh ribuan bersih, itu sudah dipotong bensin, makan, dan ngopi…. Atau paling minim2ya 15 ribuan sih dapat….. Tapi belakangan ini…. Teman-temanku pun yang motornya nyewa… pada ngeluh karena uang sewa motor terus-terusan ditumpuk, diutang….. demi mendahulukan uang buat belanja di rumah. Malam ini, dari mulai aku keluar habis Magrib tadi sampai saat ini jam sepuluh lewat, belum satupun penglaris yang menghampiri aku. Bagaimana makan anak-istriku besok yah? Ocehan dan umpatan apa lagi yang akan aku dengar keluar dari mulut istriku nanti. Yah…. Nasib….. kok begini amat yah???
“Bang….. narik gak?”, tiba-tiba pundakku dicolek orang. Aku kaget setengah mati rasanya.
Seorang anak muda berpakaian rapi dengan berselendang tas hitam, mungkin isinya laptop, aku bisa tahu karena pernah melihat yang macam begitu di toko Gramedia. Rambutnya ikal, agak panjang, tapi rapi. Sepertinya seorang karyawan dari sebuah kantor yang kemalaman pulangnya, atau habis lembur. Aku baru melihat nya sekarang di daerah ini..
“Heh, kok bengong….. anterin ke jalan Arjuna dong,” katanya kembali mengagetkan.
“Oh iya, ayo…,” ucapku… aku segera tersadar dan segera menstater motor, begitu sewa (penumpang)ku itu ‘menclok’ di jok belakang.
Jarak antara pangkalan ojekku dengan jalan Arjuna, cukup dekat, hanya makan waktu 10 menitan, tinggal mengarahkan motor ke arah daerah belakang, nyebrang rel kereta, belok sedikit, sampe deh…. Ongkosnya pun termasuk harga ‘minimalis’ hanya tiga rebu perak.
“Ngelamun melulu bang, apa sepi penumpangnya yah?” Sewaku membuka obrolan, aku paling seneng kalau ada penumpang yang mau ngajakin ngobrol selama dalam perjalanan. Kayaknya tidak ada jarak pemisah antara sang tukang ojek dengan tuan sang penumpang.
“Memang….. betul dek, ini juga saya baru penglaris...,” jawabku.
“Oh…,” hanya itu ucapannya lagi…..
Hening sesaat. Tapi gak lama kemudian anak muda itu memperkenal diri, dia kerja sebagai IT pada sebuah TV Swasta di negeri ini. Dia berasal dari Bandung, sedang ikut acara pelatihan di kantor pusatnya di Jakarta ini. Entah karena merasa berasal dari daerah yang sama yaitu orang priangan, begitu turun dari motor, karena sudah sampai ditujuan, dia menawarkan saya untuk melamar ke kantor pusatnya yang kebetulan lagi membutuhkan sopir perusahaan. Saya disuruh membikin surat lamaran segera, karena akan dia antarkan ke bosnya sebelum dia pulang kembali ke daerah.
Bujug buneng…. Dapat durian runtuh gue…. Gak disangka gak dinyana… kok ada penumpang yang baek bener…. Mimpi apa semalam….. eh… kan ini malam, aku kan belum tidur…… kapan bisa mimpinya… he..he..he…
Aku kembali ke pangkalan dengan mengantongi uang ribuan empat lembar, yang satu lembar sebagai bonus ‘uang rokok’ katanya. Dan yang paling penting sekali, adalah selembar kartu nama… yang didalamnya tertulis nama sewaku tadi, nama kantor, logo kantornya dan nomor telepon dia..
Begitu aku selesai menstandarkan motor, aku segera sibuk mengunci stang motorku dan menjambret dua helmku, dan segera lari ke pos ojek, karena hujan mulai turun.
Airnya sangat kenceng, rapat dan banyak, seperti bener-bener ditumpahkan dari langit. Suara gemuruh guntur bersahut-sahutan… Aku menggigil sendirian di pojok Pos Ojek, karena teman2ku yang lain sudah pada tunggang langgang, ada yang pulang ke rumahnya, berlindung di pos hansip dan ada juga yang di warteg.
Malam tambah sepi, hanya derasnya air yang mengguyur jalanan, yang terdengar amat keras. Kendaraan tinggal satu-satu yang lewat. Ketika aku membuka ‘kopor keramat’ku yang berisi ijazah dan surat-surat berharga yang selalu tersimpan rapi di tempat yang aman di dalam rumahku. Karena itulah satu-satunya barang berharga yang kemanapun selalu aku bawa-bawa. Surat-surat yang diharapkan bisa membawa perubahan hidupku.
Segera aku habiskan beberapa kertas polio untuk menulis surat lamaran, daftar riwayat hidup, dan surat-surat lainnya. Aku masih ingat cara dan apa saja yang diperlukan untuk mengajukan lamaran kerja.
Lewat tangan si ‘Doel’ begitu saja nama panggilan buat sang malaikat penumpangku itu, aku diterima kerja…. Bukan sebagai sopir, malah aku ditempatkan di bagian administrasi karena bagian personalia setelah melihat riwayat hidup dan ijazah2ku serta menguji ketrampilanku dalam memainkan tuts-tuts keyboard komputer aku dipercayakan di bagian itu.
Satu bulan, dua bulan, satu tahun, dua tahun,… karierku di kantor itu melesat seperti kilat yang menyambar-nyambar di malam itu…. Cepat sekali… dan sekarang sudah menjadi salah satu tangan kanan pimpinan. Alangkah instant hidup ini, dari yang tadinya tukang ojek… sekarang sudah duduk di belakang meja…. Berdasi pula.
“Heh…. AA, pulang gak,” tiba-tiba suara keras menyambar kupingku, menggelegar seperti petir yang menyambar. Kurang ajar bener aku sudah rapih dan berdasi begini dipanggil AA…. Berdiri di depanku adik iparku dengan berseragam rapi, mau berangkat sekolah. Kok ada dia di sini….. Emang aku ada di…….. belum sempet aku menyelesaikan kalimat keherananku, aku terhenyak sesaat, ternyata aku masih ada di Pos Ojek….. rupanya aku ketiduran semalam sambil menunggu hujan yang gak kunjung reda….
Aku tadi bermimpi, jadi seorang karyawan berdasi…… Ah…. Kuraba kantong celanaku…… dompet masih ada, kunci motor ada, kartu nama si Doel ternyata ada…. Alhamdulillah…. Ternyata beneran aku nganterin penumpang semalam ke….. oh yah… ke jalan Arjuna dan si Doel ngasih kartu nama ini biar aku bikin lamaran…. Yah… aku disuruh bikin lamaran buru2….. aku segera meloncat dari ‘tempat tidur’ku…dengan semangat 45 menuju motorku.
Tapi begitu menstater motor buat pulang, aku teringat lagi…. Duit di kantong cuman ada empat ribu….. mau makan apa keluargaku ini hari??? Kebohongan apa yang harus aku katakan kepada istriku dengan selembar kartu nama ini…. Agar dia tidak marah…. Tidak melempar piring ke mukaku, atau memecahkan gelas beberapa biji…..
Tapi semangatku timbul lagi waktu aku teringat pada artikelnya Pak Joko Susilo yang pernah aku baca di internet tentang “Stop DREAMING Start ACTION”, memang aku tadi bermimpi…. Dan sekarang harus segera beraksi….. karena aku harus segera menghubungi si Doel dan menyerahkan surat lamaranku. Kali aja sekarang keberuntungan ada di pihakku…… soal ocehan istriku di rumah nanti….. biarlah aku akan terima saja…. Emang kenyataan begini…. Mau diapain lagi kan??? (sekian)

Catatan: Ini Naskah ke 2 yang merupakan pengalaman pribadi saya, dihaturkan untuk ikutan Kontes SEOnya Pak Joko Susilo.

Pepatah

Kehormatan adalah ibarat sebuah pulau yang sangat curam tanpa tebing, sekali jatuh dari pulau itu tak dapatlah orang mendakinya kembali.